Kamis, 24 November 2011

Dimana Allah????


Padang pasir membentang luas. Matahari bersinar menyala seolah hendak membakar ubun-ubun kepala. Di sebuah jalan yang membela padang pasir, tampak seorang berjubah putih sedang berjalan kelelahan. Orang itu tidak lain adalah Abdullah bin Umar ra, salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw, yang terkenal kealiman (tinggi ilmu) dan kezuhudannya (sederhana). Dia sedang berjalan keluar dari Madinah menuju Makkah untuk beribadah di Baitullah.
Berkali-kali Abdullah bin Umar ra menghentikan langkahnya sesaat, untuk meminum seteguk air perbekalannya,. Namun sayang, kantong airnya telah kering kerontang. Dia benar-benar kehausan. Dia melihat ke sekelilingnya, siapa tahu orang Badui atau pengembala yang bias memberinya seteguk air penawar dahaga. Namun, sejauh mata memandang, yang dia temukan hanyalah warna kecoklatan samudera pasir.
Dia tetap bersabar dan terus berjalan, sampai akhirnya matanya menangkap beberapa titik hitam dan putih di kejauhan sana, di balik bukit pasir. Hatinya merasa lega, berkali-kali dia menguicapkan syukur alhamdulillah. Dia yakin, titik hitam dan putih itu adalah manusia. Abdullah terus melangkahkan kaki untuk mendekati titik hitam dan putih itu. Ketika sudah dekat, perkiraannya meleset. Titik hitam dan putih itu adalah seorang pengembala dan kambing-kambingnya.

Ketika Umar bin Abdullah ra sudah berada tak jauh dari pengebala itu, tiba-tiba terlintas dalam benaknya untuk menguji penggembala itu. Dia ingin tahu, apakah ajaran islam telah sampai ke tengah padang pasir yang terpencil jauh itu? Dia juga ingin tahu, apakah pengembala itu telah menerima ajaram suci yang dibawa Nabi Muhammad saw?
Setelah mengucapkan salam, Abdullah bin Umar berkata kepada pengembala yang masih bocah itu, “Hai, Bocah aku ingin membeli seekor kambing yang kau gembalakan ini. Bekalku sudah habis.”
“Maaf Tuan, aku hanyalah seorang budak yang bertugas menggembalakan kambibg-kambing ini. Aku tidak bias menjualnya. Ia bukan milikku tapi milik majikanku. Aku tidak diberi wewenang u ntuk menjualnya,’ jawab penggembala kambing itu.
“Ah, itu masalah mudah. Begini, kau jual seekor saja kambing gembalaanmu padaku. Kambing yang kau jaga ini sangat banyak, tentu sangat sulit untuk pemiliknya untuk menghitung jumlahnya. Atau, kalau pun dia tahu ada seekor kambingnya tidak ada, bilang saja telah dimangsa serigala padang pasir. Mudah sekali, bukan? Kau pun bias membawa uangnya,” bujuk Abdullah bin Umar ra dengan wajah yang tampak serius.
“Lalu, dimana Allah? Pemilik kambing ini memang tidak akan tahu dan bias dibohongi, tetapi ada zat yang Mahatahu, yang pasti melihat dan mengetahui apa yang kita lakukan. Apa kau kira Allah tidak ada?” jawab pengembala itu mantab.
Sungguh, jawaban itu membuat Abdullah bin Umar ra tersentak kaget.
“aku tidak diberi kuasa oleh pemilik kambing ini untuk menjualnya. Aku hanya diperbolehkan menggembalakanya dan meminum air susunya ketika aku membutuhkannya dan memberi minum para musafir yang kehausan,” sambung penggembala itu.
Dia berkata begitu sambil berjongkok, memerah susu seekor kambing ke dalam sebuah mangkuk. Begitu penuh berisi susu, dia memberikannya kepada Abdullah bin Umar.
“Minumlah Tuan, kulihat anda kehausan. Jika masih kurang bisa tambah. Jangan kuatir, susu ini halal. Allah tahu itu halal sebab pemiliknya menyuruh aku memberi minum musair yang membutuhkan,” kata penggembala itu dengan tutur kata yang halus dan ramah,
Abdullah bin Umar menerima mangkuk berisi susu itu dengan hati terharu. Dia minum sampai rasa hausnya hilang. Setelah itu, dia mohon diri.
Di jalan, dia tidak bisa menyembunyikan tangisnya, teringat kata-kata penggembala itu, “Dimana Allah? Apakah kau kira Allah tidak ada?”
Abdullah bin Umar menangis mengingat bahwa seorang penggembala kambing di tengah padang pasir yang pakaiannya kumal, ternyata memiliki rasa takwa yang begitu dalam. Dia memiliki kejujuran yang tinggi. Hatiny menyinarkan keimannya. Akhlaknya sungguh mulia. Ajaran Rasulullah telah terpatri dalam jiwanya. Abdullah bin Umar terus melangkahkan kaki sambil bercucuran air mata.
Lalu Abdullah bin Umar mencari kampung terdekat dan menanyakan, siapakah tuan dari sang penggembala kambing itu/
Begitu berjumpa, Abdullah bin Umar langung membeli budak itu dan langsung memerdekakannya.
Seorang manusia yang jujur dan memiliki rasa ketakwaan kepada Allah yang begitu tinggi tidaklah sepatutnya menjadi hamba sahaya manusia. Dia hanya pantas menjadi hamba Allah SWT.

Sumber : Buku ketika cinta berbuah Surga karya Habiburrahman El Shirazy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar